GADUH DALAM LAPAR
Beribu pulau
beribu sangkar yang bisu
Anak-anak burung murai
cuma mampu bertekur
mematuki jagung-jagung busuk
“Perampas kicau,” batin mereka
saat mata elang berkilat di langit
seperti sedang terusik lapar
Lalu kudengar elang itu berseru
“Demi Tuhan, aku lapar aku lapar aku lapar!”
Lapar adalah nutrisi, Sayangku
karena merawat lapar jauh lebih
manis
daripada mengunyah kemiskinan
juga tidak lebih pahit daripada menelan
habis
kebodohan. Lapar adalah vitamin,
Cintaku
Berkat lapar, kompeni makin gagah
berani
menunggangi tubuh subur ibu pertiwi
Berkat lapar, ilmu ekonomi tidak
semudah
ilmu korupsi. Lapar melecuti
mulut siapa saja
agar lekas bicara, “Aku mau makan!”
Tapi tidak ada perjamuan
Elang itu berang, menerjang kiri-kanan
Lapar adalah sumber segala suara
pekik ketakutan sebelum dilindas
tank baja
dan tekad kekuatan dalam merebut
tahta
kekuasaan. Lapar sudah begitu lama
mengguncangkan tidur para seniman
Lapar mengusung hak-hak kemerdekaan
Dalam lapar, ada air mata
mengalir
di antara bukit-bukit impian masa
kanak
Dalam lapar, ada api unggun berkobar
dan membakar hutan keraguan-raguan
“Berisik! Mana mangsaku?” tanya elang
siap menyergap
Sebentar, aku hendak bertanya
dulu
masih adakah elang di jantungmu,
Indonesia?
Sampaikan padanya pesanku ini:
Pelihara lapar! Jangan bungkam!
Jangan pernah merasa kenyang!
Rakyat mesti lapar karena janji-janji
tidak cukup
untuk menyumpal perut yang
longgar
Pejabat mesti lapar biar gemuruh suara
rakyat
jadi menu sarapan yang tidak
pernah kehabisan
Beribu sangkar
beribu palang kayu
terdepak badai angin
Setiap gerbang setiap pintu
mengantarkan kepak sayap
kepada sela-sela rambut udara
Lapar maupun kenyang
anak-anak burung murai
terus bersorak
Dan elang mengamati di kejauhan
seringainya bagai hantu
Yiha! Berpasang-pasang lidah terus
bersilat
meskipun jurus maut tersangkut
kalimat rapuh
Berpasang-pasang telinga sibuk melacur
sehabis diperkosa bibir-bibir
perkasa
Berpasang-pasang kelamin masih akrobat
dalam iklan. Amanat-amanat
bergulir tanpa permisi
menyalip panggilan adzan dan
bunyi lonjeng gereja
Pendapat-pendapat antre sebelum
berak pendapatan
Undang-undang, rapat, sidang,
kampanye, unjuk rasa
wawancara, puji syukur, syair
lagu, kritik, caci maki
dan gosip investigasi mencederai sabda
para nabi
demi hutang-hutang, demi
kutang-kutang
Pemimpin kita tegak di podium
mengelus-elus batang mikrofon
seakan selebriti penuh sensasi
Begini katanya kepada rakyat
“Mari kita panjatkan doa
sebelum lanjut onani!”
“Orasi, Pak!” ralat Ajudan
Berita serta-merta meledak
dari balik kamera dan alat
perekam
Para wartawan cengengesan
diberkahi suara Tuhan
Media adalah kemudi para hulubalang
adalah kitab suci perdana menteri
adalah hutan adalah padang
ilalang
Bagai macan-macan kumbang, fakta
dan fiksi
saling menggigit di halaman surat
kabar
di layar televisi, di status
fesbuk, di kaskus
mengaum dan mencakar-cakar kekosongan
Mereka sama-sama lapar, berebut makan
siang
saat candu promosi dan racun
khotbah
teselundup di mana-mana
Sebelum sempat menyingkap mega
anak-anak burung murai diterkam elang
yang lapar. Tidak lagi terdengar
kicauan gaduh dari dalam sangkar
“Aku lapar aku lapar aku lapar
Aku lapar kebebasan!”
Anak-anak burung murai tidak tahu
ada yang lebih besar dan lapar
karena mereka cuma mau didengar
Bandung, 21 April 2014
0 comments:
Post a Comment
Pengen permen? Ngomen dulu, mamen!