Planning Escape:
Nggak jadi ke Dufan.
Nggak jadi ke Bandung.
Nggak jadi ke Cibeber.
Yang penting kebersamaan.
Jadinya kemana nih?? Adohhh!
“Jadi ke Villa-nya Emha!! Kumpul di Bendtar jam 8. Bawa ongkos goceng buat makan. Kasih tau yang lain!”
Delivered Sent. Puspa mengirim SMS itu untuk Asterivius di daftar kontaknya, satu hari tepat sebelum kami kabur.
22-03-2010 pagi hari di Bendtar.
Adit melirik jarum jam di tangannya, gelisah. Jam 9! Sudah sejam lamanya menunggu. Puspa belum juga hadir di tengah kebersamaan itu. Padahal dia sendiri yang mewanti-wanti harus datang jam 8. Ah, rese.
“Hei!” Puspa nyengir dengan gaun merah muda yang melekat anggun di tubuhnya.
“Hayu, berangkat!” seru Adit setelah berkenalan dengan seorang sopir yang amat sangat baik hati, berikut dengan angkotnya.
Kami berjejal masuk ke dalam angkot. Berebut tempat duduk. Pasedek-sedek!!!
“Urang teh geddeeeeee!!!” sembur Adit ketika dirinya dipaksa masuk oleh Ida. 18 orang, bayangkan saja. Belum dua orang lainnya yang menunggu di suatu tempat untuk kami jemput. Mati sesak kita di dalam.
Emha : “Nah loh? Kompor gas?”
Aci : “Kita ke rumah Emha dulu we. Mang, mang, mengkol ka dinya heula nya, Mang!”
Pika : “Ditaro dimane?”
Ikiw : “Udah-lah pangku, cukup meureun, di kolong ge cukup.”
Muth : “Si atiw kumaha?”
Ikiw : “Oh iya yah, si Atiw.”
Emha : (pasang mimik serius) “Si Adit taro di atas aja. Iketin!”
Adit : “??”
Wuuuuuuuzzz….. Angkot meluncur ke daerah mana entah, berkelok-kelok, menyusul sepeda motor dan truk-truk muatan yang berlarian di jalanan aspal.
iyak... Cipanaaas... Cipanaaaas....!!!!!
Di dalam angkot :
Ada yang sibuk dengan lamunannya sendiri. Waduhhh pintu rumah can dikonci, sieun aya maling! Ah semoga saja mami mengampuni.
Ada yang beres-beres isi tas. Nyempetin belajar nggak, yah, nanti? Udah bawa buku banyak nih.
Ada yang mainin Blackberry-nya. Dasar Kabayan! Ya iya atuh akang, Nyai oge kangen!
Ada yang main Mortal Kombat. Maot siah maot. Jurus Fatality? Ah, sial!
Ada yang geser-geser pantat. Inalillahi. Bujur urang kempes.
Dan ada yang bercerita banyak dengan sejuta kelemotan.
Aci : “Nanti, aku bawa istana presiden ah!”
Asterv: “What?”
Aci : (merasa obrolannya garing) “Ehehe. Apa sih? Au, au, au, biasanya kamu pengen bawa, aeh.. itu tuh.”
Au : “Gedung putih!”
Aci : “Heu-euh eta.”
Asterv: “Zzzzzz….” (gangerti, sumpah!)
Semakin kacau kami mengobrol. Tentang keinginan di tahun 2010 yang belum tercapai, mungkin.
Keinginan kami banyak.
1. Menjadi reporter dengan gaya bicara yang khas laksana Putra Nababan.
2. Punya rumah segede alaihim gambreng kayak rumah-rumah yang kami lihat lewat jendela angkot.
3. Membunuh presiden Irak : Talabani.
4. Membunuh presiden Israel : Tel Aviv. Ih bukaaan, eta mah ibukotanya.
Angkot berhenti di depan rumah Emha. Beberapa orang mengambil kompor gas. Mereka yang sudah keluar dari angkot, megap-megap. Menggambil udara banyak-banyak. Takut kehilangan oksigen.
Ikiw : “Tuh, gening, kompor-na!”
Dama : (meletakkan benda kotak itu di kolong tempat duduk Aci)
Aci : “Aaaaaaa… Sieun ngabeledug! Ehh.”
Ikiw : “Moal atuh, da henteu hulrung!”
Aci : “Atuh da sieun.”
Ida : (ngetok-ngetok angkot) “Akua, kacang, tahu! Akua, kacang, tahu!!”
Kani : “Si Ida? Hahaha. Pantes,ya?” jadi inget si Agung—
Agng : “Paaaarabot, paaarabot!”
Kani : “….”
Adit bergerak masuk dan duduk. Sebentar kemudian dia sadar. Malapetaka baginya kalau saja duduk disitu.
Adit : “Woy, gantian di dieu, bujur panas yeuh!!”
Agng : “MBUNG.”
Adit : “Ah, gantian, gantian!!”
Ikiw : “Ih, burukeun atuh ih!”
Nynya: “Waktu nih, waktu.”
Dama : (mengalah sambil mencucurkan air mata) “Ya udah, Dama aja.”
Agng : “Aku juga deh, hiks.” Bae ah.. kutemani Dama, sahabat tercinta.
Aci : “Yak, berganti pemain.”
Angkot meluncur lagi. Kali ini lebih cepat. Menembus angin.
Adit duduk di jok dekat pintu lalu melirik ke belakang. Bukan main puasnya melihat Dama yang nyempil di antara lutut-lutut cewek, Adit tergelak.
Adit : “Wakakak. Enak ya? Enak?”
Dama : (menoyor kepala Adit hingga pria cantik itu hampir saja terjengkang)
Sementara Agung bermaksud mengalihkan topik pembicaraan teman-temannya yang tanpa arah.
Agng : “Urang mah nya, make sapedah roda tilu tijungkir coba, sorosod tina pudunan, aduh eta mah urang. Eurgh!!”
Fitri : “Karunya teuing!”
Pika : “Ah ente mah. Sapedah. Roda tilu deuih.”
Agng : “So what?” Ayey! Pada ngarespon.
Pika : “Naik Mercy atuh nu rada elit!”
Emha : “Aku juga pernah jatoh naek sepeda.”
Pika : “Wah?”
Emha : “Iya tau, ih, waktu itu yah—”
Dan pembicaraan sesi kali ini adalah mengenai : SEPEDA. Agung berhasil memperkeruh keadaan. Kedaan yang semula kacau menjadi semakin kacau.
Agng : (mengendus) “Asa bau bangke.”
Aci : “Ih bukan aku, Agung! Ih kamu mah!!” Masa iya, bau bangke? Periksa ketek ah ntar di rumah.
Sesampainya di pasar Cipanas.
Adit : “Anjrit, PANAS!”
Nya2 : “MasyaAllah, panasnyaaaa!!”
Puspa : “Huh.. Panas!”
Aci : “Panas.. panas… Gusti Nu Agung.”
Pika : “Hareudang,”
Agng : “Brrr… Tiris!” = ini orang sarap.
Ua : “Inilah Cipanas sesungguhnya!”
Emha : “Bentar lagi da, di atas mah nggak akan panas.”
hai, kami kepanasan sebenarnya!!
Hal yang kami benci : Macet.
Dalam deru kemacetan itu, angkot melaju perlahan saja. Mengingat kol buntung di depan juga tidak maju-maju. Akh, macet!! Panas! Eungap! Hadohh… Tolong!
(abang-abang tukang beras) : turis dari mana sih?
tolongg... ada om-om anak kesasar!!
aku pengen bunuh diri : kelindes angkot kuning
Hal yang kami suka : Sampai di tempat tujuan dengan tidak terduga!
Emha : “Horeee……. Nyampe!”
Sopir : “Barang-barang mah simpen aja dulu di sini.”
Asterv : “Oke, Mang!”
Villa itu tampak asri dengan pohon-pohon yang memayungi halamannya. Kami keluar dari angkot dan merasakan angin semilir menerpa kulit. Sejuk dan segar. Cempreng suara anak kecil meningkahi suara camar yang berterbangan. Dua pria setengah baya membukakan pintu gerbang. Lalu mempersilahkan kami masuk. Sementara anak kecil tadi berlari-lari dari depan pintu, menjemput Emha yang siap memeluknya. Oh ya, kenalkan! Ini sepupunya Emha. Sok tau banget.
(fitri) : biasanya yang paling depan = paling cantik :P
Setelah sekian menit berfoto-foto di atas anak tangga di halaman belakang, kami masuk ke ruangan dapur. Memijakkan telapak kaki pada ubin yang bukan main dinginnya. Oh, kaki kami keram!
Di tengah kekeraman kaki seperti itu, kami siap memasak. Haik. Mungkin Pika kabur ke lantai atas karena takut ditodong coet sama mutu.
Di lantai atas :
Atiw : “Eh si Nono tuh, Nono sama Jeje.”
Asterv : “Mana-mana?” (ngintip dari pintu depan)
Au : “Psst.. diem! Pengisi suara nih, kata si Nono hati-hati ya.”
Atiw : “Kata si Jeje aku pulang dulu ya, cantik! Bye! Hahaha.”
Nono : (sadar kalau di belakangnya ada makhluk-makhluk tidak waras sedang mengawasi) “Ih kalian mah.”
Atiw : “Ehm, suit-suit.”
Ketika datang Ojan dan Nisa juga begitu. Kami keluar pintu dan bersiul-siul heboh. Ujung-ujungnya kami lupa mengambil jepretan momen menggelikan itu. Padahal bagus tuh kalo di foto lagi berduaan gitu, terus kita tempel di mading kelas deh. Eh, ampun.
Kalian ini! Masa barongsai-barongsaian pake selimut?
ini namanya siluman curut, bukan barongsai!
Pikeu pegang gitar dan ngajak nyanyi bareng-bareng. Asik.
Kau datang di saatku membutuhkanmu.
Dari masalah hidupku bersamanya…
Semakin…
Dari masalah hidupku bersamanya…
Semakin…
Di lantai bawah alias dapur :
Berikut akan kami dikte dulu siapa saja yang sedang memasak..
1. Mutiara. Calon ibu rumah tangga yang cerdas dalam urusan dapur.
2. Muthia. Aku senang sekali membantu calon ibu rumah tangga.
3. Fitri. Memasak itu hobiku loh! Tidak memasak adalah dosa besar.
4. Nisa. Ah bayangin aja lagi masak buat suamiku Ojan. Pasti masakannya enak.
5. Nyanya. Oh, apa kata Kabayan kalo Nyi Iteung kaga bisa masak!
6. Kani. Sebenernya pengen ikut, hm gimana ya? Ah mesekan bawang ah.
7. Adit. Ini cowok atau cewek si? Kok di dapur?
Hal yang paling menggemaskan bagi kami : Masakan Siap.
Kami yang mencium aroma daging segar dan harum ikan teri segera saja berderap menuju lantai bawah.
Ida : “Asik-asik!!”
Ua : “Sambalnya belom. Siapa yang bisa ngarendos??”
Pika : (dengan penuh percaya diri) “Aku. Aku!”
Kami menghargai keinginan Pika untuk membantu. Yak, walaupun kami belum bisa menjamin apakah sambal itu nantinya berasa kayak sambal atau malah kayak bajigur campur duren atau malah nggak ada rasanya? Ah entahlah.
Kani : “Baca do’a sebelum makan. Mulai!”
Asterv: (dengan nasi liwet yang sudah di mulut) Bismillahirahmanirahim..
Agng : “Dagingna atuh urang dagingna, can kabagean.”
Mdum: “Taaaah!”
Agng : “Sambelna saeutik, ah, kurupuk-kurupuk! Eh euweuh, nya?”
Ida : “Ari maneh, riweuh.”
Di suatu waktu.. ketika tangan kami sibuk men-supply perut.
Nynya: “Tumben diem? Ketahuan nih, pada laper.”
Puspa : “Hehehe. Nyanya tau aja.”
Pika : “Eniwei… Enak, ya, sambelnya?”
Mdum: “Hoekk.”
Pika : “Hh?”
Mdum: (mencuil sambal-nya puspa) “Henteu ketang, bohong.”
Puspa : “Ih, Makdum! Jangan di abisin, ih!”
Agng : “Heu-euh tah si Makdum, sambel urang ge beak.”
Ida : “Heh, tamu kuduna sopan!”
Mdum: (nyengir) “Taun baruan yuk, ah, di sini!”
Ua : “Mending di Surabaya.”
Nynya: “Ah kejauhan.”
ini cewek semua...... take me out.. take me out!! :D
(makdum) : akhhh, tolong... kepala saya kejedot!
ASTERIVIUS = anak sepuluh tujuh energic activ creativ religius..
Setelah itu diadakan kuis JURNI sebagai penutup acara. Dimana setiap orang harus :
1) Jujur
2) Berani
3) Amanah
Wow.. Surprised! Rupanya kekonyolan itu tidak akan kami utarakan disini, mengingat syarat ketiga diatas.
Pulangnya seperti biasa : pasedek-sedek!
PS1:
Bagi yang nggak sempat ikut.. mungkin bertanya-tanya seperti apa acaranya. Kalian bisa baca semuanya disini atau di blog Kichi Hazzuka. Namun perlu diingat, benar atau tidaknya dialog antar tokoh bukan tanggung jawab penulis tanggung sendiri!!
PS2:
Holiday yang begitu berkesan! Dan insyaAllah membuat Asterivius semakin dekat, kompak, langgeng, berakhlakul-karimah, sakinah mawadah warohmah….. ahahahhh ngaco dah!!
0 comments:
Post a Comment
Pengen permen? Ngomen dulu, mamen!