Memang tidak pernah ada kata "sekarang" untuk mereka yang berjalan menuju hari depan, menuju angan-angan. Semua yang telah kita lewati hanyalah masa lalu. Tak seorang pun bisa kembali. Maka apa yang kita sebut kenangan jangan begitu saja ditinggalkan. Seberapa besar usahamu untuk tega melupakannya atau seberapa jauh kamu telah membawanya terbang menuju angan-angan? Ada satu cara untuk mengemasi kenangan berharga itu, ialah dengan menulis puisi. Saya rasa semua orang perlu merekam segala ingatannya tentang kenangan agar mereka tidak melulu memandang ke depan tapi juga ke belakang, menggamit masa-masa silam.
Mengenang Biru
: JP
di kursi kayu, berdua
kita bercukupan
lalu bercakapan
tentang guru, buku
dan sekolah
aku melihat mainan lucu
tersangkut di matamu
jemari kecemasan
saling silang pada siang
memohon pelukan tangan
yang telah, atau enggan
atau tak pernah, atau tak akan
atau kita lupakan sebaiknya
di alunalun kecamatan
di tempat terakhir kita bertemu
matamu mengerling
ke sekeliling tubuhku
membarakan dan memberikan aku
sepucuk surat bergurat kelabu
isinya bukan kejutan
sajak lamaran, bukan apalagi
melainkan tagihan janji
janjiku padamu
yang kutitipkan di saku
seingatku
hanyalah dua katupan kutip
yang kutangkap
dari tingkap langit:
bisakah kauintip gambar apa
yang bertangkupan?
sekeping cinta, iya barangkali
seperti angan para jemari
seperti ingin masing-masing hati
tapi hatimu telah berhuni
seorang diri dara rupawan
sedang memburu birumu yang baru
kau tersikut lentik bulu matanya
menjadi titik gerimis yang jatuh
beranjak jauh meninggalkan biru
dari segala biru yang kaupunya dulu
biarkan aku mengawan
biar kau selalu datang
kupandangi kursi kayu
di barisan sebelah sana, berdua
kita bercukupan
lalu bercakapan
lalu berkecupan—hanya seolah
menentang guru, buku
dan sekolah
kau uap di kaca jendela
yang kusentuh meniada
aku rindu
sangat dan melulu
2011 - saat aku seharusnya menulis hal lain
: JP
di kursi kayu, berdua
kita bercukupan
lalu bercakapan
tentang guru, buku
dan sekolah
aku melihat mainan lucu
tersangkut di matamu
jemari kecemasan
saling silang pada siang
memohon pelukan tangan
yang telah, atau enggan
atau tak pernah, atau tak akan
atau kita lupakan sebaiknya
di alunalun kecamatan
di tempat terakhir kita bertemu
matamu mengerling
ke sekeliling tubuhku
membarakan dan memberikan aku
sepucuk surat bergurat kelabu
isinya bukan kejutan
sajak lamaran, bukan apalagi
melainkan tagihan janji
janjiku padamu
yang kutitipkan di saku
seingatku
hanyalah dua katupan kutip
yang kutangkap
dari tingkap langit:
bisakah kauintip gambar apa
yang bertangkupan?
sekeping cinta, iya barangkali
seperti angan para jemari
seperti ingin masing-masing hati
tapi hatimu telah berhuni
seorang diri dara rupawan
sedang memburu birumu yang baru
kau tersikut lentik bulu matanya
menjadi titik gerimis yang jatuh
beranjak jauh meninggalkan biru
dari segala biru yang kaupunya dulu
biarkan aku mengawan
biar kau selalu datang
kupandangi kursi kayu
di barisan sebelah sana, berdua
kita bercukupan
lalu bercakapan
lalu berkecupan—hanya seolah
menentang guru, buku
dan sekolah
kau uap di kaca jendela
yang kusentuh meniada
aku rindu
sangat dan melulu
2011 - saat aku seharusnya menulis hal lain
buat saya itu terlalu dalam mbak,
ReplyDeletegak ngerti maksud dan tujuannya,
emang tamu? hehe..
maklum, gak ngerti sastra..
dalemmmmmmmmmm.... ^_^v
ReplyDeleteaku nggak bs kasih koment kalo untuk puisi. kagak ngarti soalnyah :D
ReplyDeletecm mau kasih PR ni buat kafast
http://bukuharianemon.blogspot.com/2011/11/kutukan-angka-11.html
di kerjain yak :D
kunjungan sob ..
ReplyDeletesalam sukses selalu ..:)
Hehe,, wt JPK ya??
ReplyDelete