Aku tau berita ini dari kemaren-kemaren setelah lamaaaaaa banget gak nyempetin ke DKC (read: Dewan Kesenian Cianjur). Rame banget di facebook: seniman, budayawan serta sastrawan Cianjur masang status yang isinya ingin mertahanin gedung ini. Aku belum tau pasti masalahnya kayak gimana, makanya hari sabtu cepet-cepet ke sana sekalian nepatin janji buat ketemu sama seseorang.
Masuk gerbang kayaknya aman-aman aja. Atau karena musim demo udah lewat kali yah? Ah, tapi gaada penjagaan atau label aneh yang kulihat. Langsung meluncur ke rumah buku tapi o-ou ditutup eung! Jangan-jangan pindah ke ruang film? Naik. Malu!! Turun lagi. Naik lagi. Turun lagi. Eh ada vespanya Kabayan.. sikasik. Berarti lagi rame dong yah forum diskusi kali ini? Mau naik. Tetooooooot. Ternyata dia lagi makan lontong, nyapa saya pula! -.-
Bayan : "Hei Teh!"
Aku : "Aih putra smansa..."
Bayan : "Kemana?"
Aku : "Ng... Beli es krim bentar.."
Setelah makan es krim dan solat dzuhur... aku kembali lagi ke gedung itu. Tapi di sana, aku gak ketemu Kang YG (orang paling kritis yang tau persis tentang idealisme politik). Untungnya ada kak SW yang langsung nyairin suasana. Ngobrol-ngobrol tentang filsafat, agama dan seni... banyak sekali yang kudapat dari situ. Lalu aku menyinggung sedikit soal keberadaan gedung ini, gedung milik aku, kamu, kita... warga Cianjur.
Inilah keberadaan terakhir aku di rumah buku. Eta saha nu moto? Aduh can bagaya!
sore-sore jadi hantu di pojok kiri, hihihi
siga rajin, padahal.... duh eta cileuh o.O
" kata Kang YG lewat statusnya Rabu (13/4)
dan latest status
Berikut komentar Adam Jabbar, seseorang yang lahir menjadi seniman berkat dididik di DKC.
Sebuah momen revitalisasi budaya dan seni yang menantang para penggiat seni dan intelektual untuk mengisi rak-rak peradaban dengan karya-karya yang segar dan mencerahkan. Mari melukis, mari menulis, mari bermusik........mari bikin ruko atau pelihara domba!
Bodohnya aku. Saat itu aku cuma bisa bengong gak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Aku pikir aku bukan seniman, bukan budayawan, bukan pula sastrawan. Hanya cikal bakal yang entah akan jadi apa. Apa pantas seorang pelajar biasa sepertiku ikut menjadi partisipan dan banyak bertanya terkait kasus ini?
Tapi yang jelas, sebagai pelajar biasa, aku menyayangi seniman, budayawan dan sastrawan di lingkunganku. Bagaimana mereka akan menyalurkan kreasinya tanpa gedung itu? Bagaimana Cianjur bangkit tanpa mereka? :@
Sangat sangat ironis jika cucuku nanti kemudian ingin mengenal pusat kegiatan kebudayaan, tapi neneknya geleng-geleng kepala saat ditanya di mana mereka akan belajar mengenai seni dan budaya. Atau neneknya malah berkata seperti ini, "Cu, uhuk.. uhuk.... mening ge urang ngadamel tauco yu! Ciklah. Da cianjur mah teu gaduh jualeun sejen salian ti eta. Uhuk.. uhuk.."
serem abis deh teh Audry yang lagi teater, kasian a Beny '-'
Salut sama mereka yang tidak menyerah dalam menggalang kekuatan. Aku harap pemerintah segera merespect. Terimakasih!
0 comments:
Post a Comment
Pengen permen? Ngomen dulu, mamen!